| 2 komentar ]


Kardinal Peter Kodwo Appiah Turkson dari Ghana mengatakan tidak ada alasan untuk tidak memilih seorang Paus berkulit hitam dari Afrika. Turkson merupakan kardinal dari Afrika yang menonjol. Ia berperan penting dalam memandu pertemuan tiga minggu para uskup Afrika di Vatican yang membahas tantangan Gereja Katolik Afrika.

Dalam sebuah keterangan pers, Senin (5/10), Turkson ditanya, apakah menurut dia sudah waktunya seorang Paus berkulit hitam. "Mengapa tidak," jawabnya. Dia menjelaskan, setiap orang yang ditabiskan menjadi imam Katolik berpeluang menjadi Paus, dan diberi latihan sepanjang tugasnya sebagai uskup dan kardinal. "Semua itu adalah bagian dari paket," katanya.


Dia mengingatkan, mantan Sekjen PBB Kofi Annan adalah orang Ghana. "Dia punya sejumlah persoalan tetapi tetap melakukannya. Dan, sekarang ada Obama di AS. Jika atas penyelenggaraan Ilahi, karena Gereja milik Tuhan, jika Tuhan berkehendak untuk melihat seorang pria kulit hitam sebagai Paus, terima kasih kepada Tuhan," katanya.

Spekulasi tentang kemungkinan seorang Paus berasal dari negera berkembang telah berhembus lama. Gereja Katolik bertumbuh pesat di negara berkembang. Di Afrika, antara tahun 1978 hingga 2007, jumlah orang Katolik bertambah dari 55 juta menjadi 146 juta. Hal itu kontras dengan kondisi komunitas Katolik di Eropa yang merosot.

Tahun 1978, Paus Yohanes Paulus II dari Polandia menjadi Paus non-Italia pertama setelah 455 tahun. Para kardinal kembali melakukannya tahun 2005 ketika memilih Paus Benediktus XVI yang kelahiran Jerman.

Apakah sidang para kardinal akan mencari orang di luar Eropa sebagai pengganti Benediktus XVI, masih merupakan pertanyaan yang terbuka. Paus Benediktus XVI masih tampak bugar pada usianya yang 82 tahun, dan belum ada tanda-tanda tugasnya akan berakhir cepat.

Namun Turkson mungkin akan sangat siap ketika saatnya tiba. Uskup berusia 60 tahun dari Cape Coast, Ghana itu dipilih oleh Benediktus XVI sebagai penghubung atau pemimpin utama diskusi pada Sinode Uskup Afrika.

Selama konferensi pers, dia dengan tangkas menangani pertanyaan tentang gereja di Afrika, termasuk tentang para imam yang meninggalkan hidup selibat mereka dan tinggal atau hidup bersama perempuan. "Saya dapat katakan, saya tahu pertanyaan itu akan muncul," katanya bergurau.

Dia mengatakan, persoalan itu bukan sesuatu yang perlu disembunyikan atau membuat malu. Fokus tetap harus diarahkan kepada para imam yang tengah berjuang dan mendukung mereka dalam menjalankan ikrar mereka.

Turkson juga ditanya tentang posisi Gereja Katolik berkaitan dengan penggunan kondom dalam memerangi HIV yang mengancam benua itu. Vatican menentang kondom, sebagaimana juga beragam bentuk artifisial lain dalam mengotrol kelahiran. Para pengeritik mengatakan, posisi gereja itu memperburuk masalah HIV di Afrika.

Turkson tidak sama sekali mengesampingkan kondom. Ia menyarankan pasangan yang menikah dapat menggunakan kondom dalam situasi salah satu dari mereka terinfeksi. Namun dia mengatakan, kualitas kondom di Afrika sangat jelek, dan itu berbahaya karena membuat rasa aman yang palsu. Dia mengatakan, kematangan dan kesetian merupakan kunci dalam memerangi epedemi HIV, serta menahan diri dari seks jika terinfeksi.

"Mari kita bicara secara jelas," katanya. "Kita bicara tentang produk dari sebuah pabrik yang kualitasnya yang beragam. Ada kondom yang masuk ke Ghana, kepalanya akan pecah saat dipakai dalam berhubungan seks. Jika itu kasusnya, itu memberi rasa aman yang palsu yang justru memudahkan penyebaran HIV/AIDS," katanya.[www.kompas.com]

Baca Selengkapnya...
| 0 komentar ]

DEWAN KEPAUSAN
UNTUK DIALOG ANTAR-UMAT BERAGAMA

Umat Kristiani dan Umat Islam:
Bersama Mengentaskan Kemiskinan

PESAN UNTUK AKHR BULAN SUCI RAMADHAN
HARI RAYA IDUL FITRI 1230H/2009AD


Saudara-saudara Umat Islam yang terkasih,
1. Pada Hari Raya, ketika Anda sekalian mengakhiri bulan suci Ramadhan ini, kami ingin menyampaikan kepada Anda sekalian Ucapan Selamat kami, disertai dengan harapan akan kedamaian dan kebahagiaan bagi Anda sekalian. Melalui Ucapan Selamat ini pula kami ingin menyampaikan usulan tema yang kiranya dapat menjadi bahan permenungan kita bersama: Umat Kristiani dan Umat Islam: Bersama Mengentaskan Kemiskinan.


DEWAN KEPAUSAN
UNTUK DIALOG ANTAR-UMAT BERAGAMA

Umat Kristiani dan Umat Islam:
Bersama Mengentaskan Kemiskinan

PESAN UNTUK AKHR BULAN SUCI RAMADHAN
HARI RAYA IDUL FITRI 1230H/2009AD


Saudara-saudara Umat Islam yang terkasih,
1. Pada Hari Raya, ketika Anda sekalian mengakhiri bulan suci Ramadhan ini, kami ingin menyampaikan kepada Anda sekalian Ucapan Selamat kami, disertai dengan harapan akan kedamaian dan kebahagiaan bagi Anda sekalian. Melalui Ucapan Selamat ini pula kami ingin menyampaikan usulan tema yang kiranya dapat menjadi bahan permenungan kita bersama: Umat Kristiani dan Umat Islam: Bersama Mengentaskan Kemiskinan.
2. Ucapan Selamat Idul Fitri yang dikeluarkan oleh Dewan Kepausan untuk Dialog Antar-Umat Beragama seperti ini, telah menjadi tradisi yang kita pupuk bersama dan yang senantiasa menjadi kerinduan yang dinantikan setiap tahunnya. Dan ini sungguh-sungguh telah menjadi sumber kegembiraan kita bersama. Dari tahun ke tahun, di banyak Negara, hal ini telah menjadi suatu kesempatan untuk perjumpaan dari hati ke hati antara banyak Umat Kristiani dan Umat Islam. Tidak jarang pula perjumpaan itu menyapa suatu masalah yang menjadi keprihatinan bersama, dan dengan demikian membuka suatu jalan yang kodusif ke arah pergaulan yang ditandai oleh rasa saling percaya dan keterbukaan. Bukankah semua unsur ini secara langsung dapat dipahami sebagai tanda-tanda persaudaraan di antara kita, yang harus kita syukuri di hadapan Allah?
3. Berkaitan dengan tema kita tahun ini, masalah manusia yang berada dalam situasi kemiskinan adalah sebuah topik yang, dalam pelbagai iman kepercayaan, justru berada di jantung perintah-perintah agama yang kita junjung tinggi. Perhatian, belarasa dan bantuan yang kita semua, sebagai sesama saudara dan saudari dalam kemanusiaan, dapat memberikan kepada mereka yang miskin untuk membantu mereka mendapatkan tempat mereka yang sebenarnya di dalam tatanan masyarakat yang ada, adalah sebuah bukti yang hidup dari Cintakasih Allah yang Mahatinggi, sebab justru itulah yang menjadi kehendak-Nya, bahwa kita dipanggil-Nya untuk mengasihi dan membantu mereka sebagai sesama manusia tanpa pembedaan yang mengkotak-kotakkan.
Kita semua mengetahui, bahwa kemiskinan memiliki kekuatan untuk merendahkan martabat manusia dan menyebabkan penderitaan yang tak-tertanggungkan. Tidak jarang hal itu menjadi penyebab keterasingan, kemarahan, bahkan kebencian dan hasrat untuk membalas dendam. Hal itu dapat memancing tindakan-tindakan permusuhan dengan mempergunakan segala macam cara yang mungkin, bahkan tidak tanggung-tanggung memberinya pembenaran diri melalui landasan-landasan keagamaan, atau dengan merampas kekayaan seseorang bersama dengan kedamaian dan rasa amannya, atas nama apa yang dianggapnya sebagai "keadilan ilahi". Itulah sebabnya, mengapa apabila kita memperhadapkan gejala-gejala ekstremisme dan kekerasan, tidak boleh tidak kita harus mengikutsertakan juga perihal penanganan kemiskinan dengan memajukan pengembangan manusia seutuhnya. Inilah yang oleh Paus Paulus VI disebutnya sebagai "nama baru untuk perdamaian" (Ensiklik Populorum Progressio, no. 42). Dalam Ensikliknya yang baru, Caritas in Veritate, sebuah ensiklik yang membahas pengembangan manusia secara integral melalui cintakasih dan kebenaran, Paus Benediktus XVI, sambil memperhitungkan juga usaha-usaha yang dewasa ini sedang diupayakan untuk memajukan pengembangan, menggaris-bawahi adanya kebutuhan pada "suatu sintese kemanusiaan yang baru" (no 21), yang dengan mempertahankan keterbukaannya terhadap Allah, dapat memberikan kepadanya kedudukannya sebagai "pusat dan puncak" dunia ini (no. 57). Oleh karena itu, haruslah diupayakan terciptanya suatu pengembangan yang sejati "bagi manusia seutuhnya dan bagi setiap orang" (Populorum Progressio, no. 42).
4. Dalam pidatonya pada kesempatan Hari Perdamaian Sedunia, pada tanggal 1 Januari 2009, Paus Benediktus XVI membedakan dua macam kemiskinan: yakni kemiskinan yang harus diperangi dan kemiskinan yang harus dirangkul. Kemiskinan yang harus diperangi ini diketahui oleh semua orang: misalnya kelaparan, tidak adanya air bersih, pelayanan kesehatan yang sangat terbatas, papan tempat tinggal yang kurang memadai, tatanan pendidikan dan kebudayaan yang tak memadai, tuna-aksara, belum lagi bentuk-bentuk baru kemiskinan "di dalam masyarakat-masyarakat yang kaya, di mana terdapat pula bukti-bukti masih adanya marginalisasi, seperti juga adanya kemiskinan afektif, moral dan spiritual..." (Pesan untuk Hari Perdamaian Sedunia, 2009, no. 2).
Adapun kemiskinan yang harus dirangkul adalah gaya hidup sederhana dan mendasar, yang menghindarkan pemborosan dan menghormati lingkungan serta kebaikan ciptaan. Kemiskinan ini dapat juga, sekurang-kurangnya pada saat-saat tertentu dalam satu tahun, mengambil bentuk berupa laku matiraga dan puasa. Ini adalah kemiskinan yang menjadi pilihan sadar kita dan yang memungkinkan kita untuk melewati batas diri sendiri, dan memperluas wawasan hati kita.
5. Sebagai orang beriman, kerinduan untuk menjalin kerja-sama untuk mencari cara yang tepat dan dapat bertahan lama untuk memecahkan masalah pengentasan kemiskinan, tentu juga harus disertai dengan refleksi terhadap masalah-masalah berat jaman kita sekarang ini dan, apabila mungkin, juga dengan saling berbagi keprihatinan yang sama untuk mencabut sampai ke akar-akarnya permasalahan itu. Dalam pandangan ini, pembahasan tentang segi-segi kemiskinan yang terkait dengan gejala globalisasi dalam masyarakat-masyarakat kita dewasa ini, memiliki pula dampak spiritual dan moral, karena kita semua turut mengambil-bagian dalam panggilan yang sama untuk membangun satu keluarga umat manusia, di mana semuanya, baik pribadi-pribadi perseorangan, maupun suku dan bangsa, masing-masing bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip persaudaraan dan rasa tanggungjawabnya.
6. Dengan mempelajari secara seksama gejala-gejala kemiskinan tersebut, kita bukan saja akan dibawa sampai kepada asal-usul permasalahannya, yakni kurangnya rasa hormat kepada martabat koderati manusia, tetapi juga seharusnya mengundang kita untuk membentuk suatu solidaritas global, misalnya melalui penerapan suatu "kode etik bersama" (Paus Yohanes Paulus II, Pidato kepada Akademi Kepausan untu Ilmu Pengetahuan Sosial, 27 April 2001, no. 4), yang norma-normanya bukan saja memiliki karakter konvensional, tetapi yang tidak boleh tidak harus juga berakar pada hukum alam yang telah disuratkan oleh Sang Khalik sendiri di dalam hati nurani setiap orang (bdk Rom 2:14-15).
7. Rupanya, di pelbagai tempat di dunia ini, kita sudah melewati jenjang toleransi dan memasuki era pertemuan bersama, mulai dengan pengalaman-pengalaman hidup yang kita hayati bersama dan dengan berbagi keprihatinan nyata yang sama pula. Ini merupakan sebuah langkah maju yang penting.
Dalam membagikan kepada setiap orang kekayaan hidup doa kita, puasa kita dan saling cintakasih kita satu sama lain, tidak mungkinkah hal ini semua akan semakin menjadi daya dorong bagi dialog dari orang-orang yang justru sedang berada dalam ziarah menuju kepada Allah?
Kaum miskin bertanya kepada kita, menantang kita, tetapi di atas semuanya itu mereka mengundang kita untuk bekerja-sama untuk urusan masalah yang mulia ini, yakni mengentaskan kemiskinan.
Selamat Hari Raya Idul Fitri.

Jean-Louis Cardinal Tauran
Ketua
Uskup Agung Pier Luigi Celata
Sekretaris



Baca Selengkapnya...
| 0 komentar ]


Lewat e-mail umat Katolik Roma bisa memberi sumbangsihnya dalam upaya pengkudusan mendiang Paus Yohanes Paulus II. Vatikan mendesak umat untuk mengirim e-mail tentang keajaiban-keajaiban yang pernah dilakukan mendiang semasa hidupnya.



BBC News yang dikutip detikinet Rabu (22/6/2005), melansir situs resmi Keuskupan Roma akan segera memajang e-mail yang masuk. Pesan-pesan tersebut akan dikelompokkan menjadi beberapa kategori. Sri Paus yang meninggal dunia bulan April lalu memang selalu menekankan pemanfaatan internet untuk urusan gereja. Semua e-mail yang masuk, penting artinya bagi proses pengkudusan (beatification) untuk mengukuhkan mendiang Paus sebagai orang suci.

Untuk itu, pihak Vatikan merasa perlu untuk menemukan bukti dari dua keajaiban yang pernah dilakukan Sri Paus. Bahkan sebagian situs tersebut akan dialokasikan untuk menceritakan kehidupan mendiang Sri Paus, tulisan-tulisan serta kisah perjalanannya mengelilingi dunia. Situs ini akan dikemas dalam berbagai bahasa. Sementara itu para pembaca e-mail akan dikelompokkan menjadi dua yaitu mereka yang pernah bertemu dengan Sri Paus dan mereka-mereka yang pernah diberkatinya.

Sebagai informasi, Paus Benedict XVI telah memberikan lampu hijau untuk menjalankan proses pengkudusan John Paul, bahkan sejak beberapa minggu setelah kematiannya.

Sebetulnya, proses ini baru boleh dilakukan setelah Paus baru menjalankan tugasnya selama lima tahun. Tetapi saat upacara pemakaman Paus, umat mendesak agar pihak gereja segera melakukan upacara penyucian tersebut.

Seorang pendeta Polandia, Slawomir Oder, disebut-sebut sebagai yang akan bertanggung jawab mengumpulkan informasi untuk proses terkait. Ia bertindak atas nama Gereja Katolik Roma. Proses penyucian ini akan diluncurkan sedianya 28 Juni nanti.(detikINET)

Baca Selengkapnya...
| 0 komentar ]

Waligereja Nusa Tenggara bertekad untuk mengembangkan "kedaulatan pangan" untuk mengatasi kelaparan dan malnutrisi yang kerap dialami para petani.

Para uskup dan seorang administrator dari delapan keuskupan di regio ini sepakat untuk segera "merespon realitas kemiskinan dan kelaparan" pada akhir pertemuan pastoral mereka 20-24 Juli di Maumere, Pulau Flores.


Sekitar 87 biarawan, biarawati, petani, nelayan dan pejabat pemerintah juga menghadiri pertemuan yang diadakan tiga tahun sekali itu.

Berbicara kepada UCA News pada 28 Juli, Uskup Larantuka Mgr Frans Kopong Kung mengatakan ia dan para pemimpin keuskupan lainnya sebelumnya sepakat untuk melakukan penelitian mengenai keadaan petani lokal terlebih dahulu. Jawaban-jawaban terhadap kuisioner yang disebar membantu para pemimpin Gereja itu memahami masalah-masalah yang dihadapi petani dengan lebih baik.

Hasilnya, para pemimpin Gereja meminta paroki-paroki untuk mengumpulkan beras dari warga paroki dan membagikannya kepada petani-petani yang miskin. Komisi Pelayanan Sosial Ekonomi keuskupan dalam kerjasamanya dengan pemerintah lokal juga telah mengadakan pelatihan dalam penanganan kekurangan pangan.

Uskup Kopong Kung mengatakan bahwa sejak 2008 setiap paroki di regio itu telah memulai "kebun contoh" di mana kacang tanah, jagung, ubi jalar dan sayur-sayuran lainnya ditanam dan dibagikan kepada petani-petani miskin ketika mengalami kekurangan pangan.

Dalam pernyataan mereka yang dikeluarkan di akhir pertemuan itu, para uskup mengatakan bahwa masalah yang dialami banyak petani disebabkan oleh "lemahnya sistem pengelolaan produksi, konsumsi, dan distribusi." Rendahnya ketrampilan para petani juga berakibat pada rendahnya kualitas, kuantitas dan kontinuitas produk petani serta lemahnya posisi tawar petani.

"Kami bertekad untuk memotivasi, menganimasi dan memberdayakan mayoritas petani yang miskin serta mengadvokasi dan berkolaborasi dengan pelbagai pihak yang berkehendak baik untuk membangun gerakan bersama ‘Peduli Petani Membangun Kedaulatan Pangan,'" kata kesepakatan pertemuan itu.

"Gerakan ini mengandalkan kesadaran kritis, kolektif, pengorganisasian diri yang kuat dan peluang politis yang berpihak pada bonum commune (kesejahteraan bersama)," kata mereka.

Uskup-uskup itu sepakat untuk menyusun program-program pastoral dan menerapkannya di keuskupan mereka masing-masing. Setiap uskup akan mengeluarkan nota pastoral khusus tentang kedaulatan pangan sebagai bahan pembelajaran umat dan ajakan untuk menjadi perhatian masyarakat luas.

"Komitmen Konferensi Wali Gereja Nusa Tenggara untuk peduli petani membangun kedaulatan pangan adalah wujud panggilan dan perutusan di tengah masyarakat Nusa

Tenggara yang mayoritas petani," kata mereka untuk mengakhiri pernyataan yang ditandatangani oleh Uskup Kung dan Uskup Agung Ende Mgr Vincentius Sensi Potokota, masing-masing ketua dan sekretaris konferensi waligereja regio itu.

Menurut statistik 2006, hampir 80 persen dari 8,6 juta penduduk regio itu adalah petani. (UCAN)

www.ucanews.com

Baca Selengkapnya...
| 0 komentar ]


[Warsawa 16/5/09]Seorang pastur di Polandia menerbitkan buku bagi pasangan yang sudah menikah dengan panduan teologis dan praktis untuk membumbui kehidupan seks.

Dalam bukunya berjudul Seks: yang Anda tidak ketahui, untuk pasangan menikah yang mencintai Tuhan, pastur Ksawery Knotz bertujuan menyingkirkan sikap kaku yang banyak dipegang masyarakat.



Buku yang didukung Gereja Katolik Polandia ini telah menjadi buku terlaris. Penerbit SW Pawel memerintahkan pencetakan ulang setelah warga Polandia berbondong-bondong membeli 5.000 kopi pertama dalam beberapa minggu setelah penjualan perdana.

Dalam buku yang dijuluki "Kamasutra ala Katolik", Pastur Knotz menjelaskan secara rinci mengenai subjek yang banyak dianggap tabu oleh gereja. "Sebagian lagi ketika mendengar tentang kesucian seks dalam pernikahan, segera membayang seks tidak boleh penuh kenikmatan, permainan aneh, fantasi dan mengikuti posisi-posisi yang menarik," tulisnya.

"Mereka berpikir harus sedih seperti himne gereja tradisional," katanya. "Setiap tindakan seperti belaian, posisi-posisi berhubungan seks dengan tujuan membangkitkan nafsu diizinkan dan disenangi Tuhan. Selama hubungan seks, pasangan yang menikah dapat menunjukkan rasa cintanya dengan segala cara, dapat saling membelai dengan mesra," tulisnya.

Knotz yakin seks merupakan cara penting bagi seorang suami dan istri mengekspresikan kecintaannya dan semakin dekat kepada Tuhan. Namun, Knotz menekankan bukunya tidak berbeda dengan pandangan Gereja mengenai seks. Dia tidak mendukung penggunaan kontrasepsi dengan mengatakan, "menjadikan pernikahan di luar budaya Gereja dan menjadi sama sekali gaya hidup yang berbeda."

Knotz juga menolak mereka yang mempertanyakan kompetensi pastur yang selibat atau tidak berkeluarga menulis mengenai seks. Dia mengatakan, pengalamannya muncul dari konsultasi pasangan yang sudah nikah dan dari menjalankan situs internet yang memberikan nasihat soal seks hampir satu tahun.[kompas.com]

Baca Selengkapnya...
| 0 komentar ]

PESAN PAUS BENEDIKTUS XVI
HARI MINGGU DOA PANGGILAN SEDUNIA KE-46 3 Mei 2009

PANGGILAN : INISIATIF ALLAH DAN JAWABAN MANUSIA

Saudara-saudariku terkasih,
Bertepatan dengan Hari Doa untuk Panggilan Sedunia yang akan berlangsung pada Hari Minggu ke-4 Masa Paska, tanggal 3 Mei 2009, izinkanlah saya mengajak seluruh umat kristiani untuk merenungkan tema: "Panggilan, Inisiatif Allah dan Jawaban Manusia". Ajakan Yesus kepada murid-murid-Nya akan senantiasa berkumandang dalam Gereja, "Mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu." (Mat 9:38).

Mintalah! (Berdoalah!). Perintah Tuhan untuk berdoa menandakan bahwa doa untuk panggilan harus dilakukan secara terus-menerus dan dengan penuh harapan. Hanya melalui doa, umat kristiani dapat "memiliki iman dan harapan yang semakin besar kepada penyelenggaraan Allah."(Sacramentum Caritatis 26).

Panggilan untuk menjalani Imamat dan Hidup Bakti merupakan anugerah Ilahi khusus di dalam rencana kasih dan penyelamatan Allah bagi seluruh umat manusia. Rasul Paulus, yang sekarang ini kita peringati 2000 tahun kelahirannya, menulis kepada umat di Efesus, "Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga. Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya."(Ef 1:3-4). Allah memanggil semua orang untuk menjadi kudus. Namun dalam panggilan umum kepada kekudusan itu, Allah mengundang secara khusus dan memilih beberapa orang agar hidup lebih dekat dengan Putra-Nya, Yesus Kristus, untuk dijadikan pelayan dan saksi-Nya. Sang Guru Ilahi memanggil para rasul satu per satu, "untuk menyertai Dia dan untuk diutus-Nya memberitakan Injil dan diberi-Nya kuasa untuk mengusir setan." (Mrk 3:14-15); dan pada gilirannya mereka memanggil murid-murid yang lain sebagai rekan yang setia dalam pelayanan Injil. Dengan cara demikian, terjadilah bahwa sepanjang perjalanan waktu, sejumlah orang yang sudah tak terhitung banyaknya, telah menanggapi panggilan Yesus dan membuka diri terhadap dorongan Roh Kudus, menjadi imam, biarawan-biarawati dan menjadi pelayan Injil seutuhnya dalam Gereja. Marilah kita bersyukur, sebab pada zaman ini pun, Tuhan masih berkenan menghimpun para pekerja untuk kebun anggur-Nya. Harus kita akui bahwa daerah-daerah tertentu di dunia ini mengalami kekurangan tenaga imam yang cukup memprihatinkan, dan aneka ragam rintangan yang menghadang Gereja. Namun kita diteguhkan oleh keyakinan bahwa yang memimpin Gereja adalah Dia, Tuhan, dan Dia mengantar Gereja menuju kepenuhan Kerajaan Allah. Dialah juga yang dengan bebas memilih dan mengajak manusia dari pelbagai budaya dan usia untuk mengikuti-Nya. Ini merupakan rahasia cinta kasih-Nya yang tak terselami.

Tugas pertama kita adalah berdoa dengan tekun sambil berikhtiar agar prakarsa ilahi yang memanggil manusia mendapat lahan yang subur dalam keluarga, dalam paroki, dalam gerakan-gerakan dan perhimpunan-perhimpunan yang aktif dalam kerasulan, dalam komunitas-komunitas religius dan dalam semua jejaring keuskupan. Kita berdoa juga agar seluruh umat kristiani semakin percaya bahwa Tuhan, ‘Sang Empunya Tuaian', akan terus mengundang para pekerja yang bersedia mengabdikan diri mereka seutuhnya demi keselamatan umat manusia. Sedangkan tugas orang-orang yang terpanggil ialah tetap peka terhadap suara Tuhan dan mencermati betul kehendak Allah dalam dirinya; siap mengabdikan diri pada rencana ilahi, dan memahami secara benar tuntutan panggilan Imamat dan Hidup Bakti serta menghayatinya dengan penuh rasa tanggung jawab dan penuh keyakinan.

Katekismus Gereja Katolik (KGK) dengan tepat mengingatkan bahwa prakarsa bebas dari Allah membutuhkan tanggapan bebas pula dari manusia. Jawaban manusia yang positif terhadap inisiatif Allah yang memanggil, mengandaikan kesadaran manusia akan rencana Allah bagi setiap orang dan jawaban manusia atas prakarsa kasih Tuhan. Kemudian tanggapan itu bertumbuh dan berkembang hingga menjadi suatu kewajiban moral, dan suatu persembahan penuh syukur kepada Allah yang memanggil demi pelaksanaan rencana-Nya dalam sejarah manusia (bdk KGK 2062).

Melalui misteri Ekaristilah, kita memahami bagaimana prakarsa Allah yang memanggil membentuk jawaban manusia. Sebab Ekaristi, pada satu pihak, menyatakan puncak inisiatif Allah Bapa yang menganugerahkan Putra-Nya demi keselamatan manusia dan di pihak lain juga merupakan puncak dari sikap kepatuhan dan kerelaan penuh dari Yesus untuk minum ‘piala' kehendak Allah Bapa (Mat 26:39). Ekaristi adalah anugerah sempurna yang mewujudkan rencana kasih Allah bagi manusia sebab dalam Ekaristi, Yesus mempersembahkan diri-Nya secara bebas demi keselamatan umat manusia. Pendahulu saya yang terkasih Paus Yohanes Paulus II menulis, "Gereja telah menerima Ekaristi dari Kristus, Tuhannya, bukan sebagai salah satu dari sekian banyak pemberian, betapa pun berharganya, melainkan sebagai anugerah unggulan sebab merupakan penyerahan diri, pribadi-Nya sendiri dari kemanusiaan-Nya yang suci, di samping sebagai hadiah karya penyelamatan-Nya." (Ecclesia de Eucharistia, 11). Dan para imam telah dikaruniai tugas perutusan untuk mempersembahkan Ekaristi sepanjang zaman sebagai misteri penyelamatan sampai Tuhan datang kembali dalam kemuliaan-Nya. Dalam Ekaristi para imam dapat menghadirkan contoh unggul suatu "dialog panggilan" antara inisiatif bebas dari Allah Bapa dan jawaban Yesus, yang dengan penuh kepercayaan menyerahkan seluruh diri kepada kehendak Bapa-Nya. Dalam Perayaan Ekaristi itu, Kristus sendiri hadir dalam diri mereka yang Dia pilih sebagai pelayan-pelayan-Nya. Dia meneguhkan mereka agar jawaban mereka bertumbuh menjadi penyerahan dan ucapan syukur yang melenyapkan rasa takut, terutama ketika pengalaman negatif rasa takut menjadi sekian besar (bdk. Rm 8:26-30), atau ketika mereka tidak dimengerti, bahkan ketika menghadapi penganiayaan (bdk.Rm 8 :35-39).

Setiap Perayaan Ekaristi membangkitkan kesadaran dalam hati kaum beriman, terutama dalam hati para imam bahwa mereka diselamatkan oleh kasih Kristus, dan karena itu mereka memenuhi hati dengan ketaatan Kristus, yang telah menyerahkan diri bagi kita. Percaya pada Tuhan dan membuka hati untuk menerima anugerah-Nya mendorong kita menyerahkan diri kepada-Nya dengan penuh syukur sambil ikut mengambil bagian pada rencana penyelamatan. Kalau pengalaman itu terjadi, maka ‘orang yang terpanggil' dengan sukarela meninggalkan segalanya dan mengikut Sang Guru Ilahi, dan terjadilah dialog kasih yang mendalam antara Allah dan manusia, suatu perjumpaan yang penuh misteri antara kasih Tuhan dan kebebasan manusia, sehingga manusia menjawab dengan penuh rasa syukur, sambil mengingat sabda Yesus, "Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap."(Yoh 15:16).

Pengalaman kasih yang timbal balik itu antara inisiatif Allah dan tanggapan manusia menjadi nyata pula secara mengagumkan dalam panggilan untuk Hidup Bakti. Nasihat-nasihat Injil tentang kemurnian yang dipersembahkan kepada Allah, kemiskinan dan ketaatan, didasarkan pada sabda dan teladan Tuhan Yesus, dan diwariskan oleh para Rasul, para Bapa Gereja, para Pengajar Iman serta Gembala Gereja. Maka nasihat-nasihat Injil itu merupakan karunia ilahi, yang oleh Gereja diterima dari Tuhannya dan selalu dipelihara dengan bantuan rahmat-Nya. (Lumen Gentium 43). Sekali lagi Yesus adalah teladan penyerahan total penuh pasrah kepada kehendak Bapa. Kepada-Nyalah hati setiap orang yang menjalani Hidup Bakti harus diarahkan. Sejak awal masa Kekristenan, banyak lelaki dan perempuan telah meninggalkan keluarga, harta milik, segala kepunyaan, dan juga cita-cita pribadinya karena tertarik oleh Yesus, dan mengikut Kristus dengan sepenuh hati dan menghayati Injil tanpa kompromi. Nasihat Injil itu bagi mereka menjadi pedoman atau tuntunan untuk menghayati hidup suci secara radikal.

Dewasa ini pun banyak orang mengambil jalan hidup menurut kesempurnaan Injili yang penuh tuntutan dan mewujudkan panggilan mereka dengan mengikrarkan nasihat-nasihat Injil. Kesaksian semua saudara-saudari kita itu, baik yang hidup dalam biara kontemplatif maupun dalam lembaga-lembaga dan kongregasi-kongregasi yang aktif dalam kerasulan, menyatakan kepada seluruh umat Allah "misteri kerajaan Allah yang tetap berkarya dalam sejarah manusia, sambil menantikan kepenuhannya di surga" (Vita Consecrata 1).

Siapakah yang merasa pantas menjadi imam? Siapakah yang dapat menjalankan cara Hidup Bakti hanya dengan mengandalkan kekuatan sendiri? Kalau kita sadar bahwa Allahlah yang pertama mengambil inisiatif dan Dialah yang akan menyelesaikan rencana penyelamatan, maka jawaban manusia tidak akan berupa perasaan takut seperti hamba yang malas yang karena ketakutan menguburkan talenta dalam tanah (bdk. Mat 25:14-30). Sebaliknya, dengan segera ia memenuhi panggilan Tuhan, seperti Petrus yang tanpa ragu-ragu menebarkan jala sekali lagi dengan mengandalkan sabda-Nya, sekali pun sepanjang malam ia telah bekerja keras dan tidak menangkap apa-apa (Luk5:5). Itu tidak berarti melepaskan tanggung jawab pribadi. Sebaliknya jawaban bebas manusia kepada Allah merupakan suatu kerja sama yang artinya, bahwa manusia turut bertanggung jawab dalam Kristus dan bersama Kristus, dan berkat penguatan dari Roh Kristus, jawaban bebas manusia itu dijalani dalam persatuan dengan Dia yang memampukan kita menghasilkan banyak buah (bdk. Yoh 15:5).

Satu contoh jawaban yang paling tepat terhadap prakarsa panggilan dari Allah adalah "Amin" "Jadilah" yang diucapkan Perawan Maria dari Nazaret. Suatu keputusan yang bulat sekaligus penuh kerendahan hati untuk mengambil bagian pada rencana Allah yang disampaikan kepadanya oleh utusan surgawi (Luk 1:38). Berkat jawaban ‘ya'-nya itu, Ia telah menjadi Bunda Allah, Bunda Penebus kita. Jawaban ‘ya' yang pertama itu kemudian disusul oleh banyak jawaban ‘ya' lainnya dan kemudian berpuncak pada jawaban ‘ya' ketika Maria "berdiri' di bawah kaki salib Yesus" sebagaimana dicatat oleh Penginjil Yohanes. Di situ Maria menjadi ‘peserta" dalam penderitaan Putranya yang tak berdosa itu. Dari salib itulah, Yesus, menjelang wafat-Nya, menganugerahkan Maria menjadi Bunda kita, dan kepadanyalah Yesus mempercayakan kita sebagai putra-putrinya. (bdk. Yoh 19: 26-27), terutama sebagai Bunda para imam dan biarawan-biarawati. Kepada Bunda Maria pulalah aku ingin mempercayakan semua orang yang merasa terpanggil oleh Allah dalam menjalani hidup Imamat atau Hidup Bakti.

Sahabat-sahabatku yang terkasih, janganlah putus asa bila dihadang oleh rintangan dan keragu-raguan; serahkanlah diri kalian kepada Allah, ikutilah Yesus dengan setia, dan kalian akan menjadi saksi kebahagiaan yang terpancar dari persatuan yang mesra dengan-Nya. Maria disebut bahagia oleh sekalian bangsa karena ia telah percaya (bdk.Luk 1:48). Seturut teladannya bulatkanlah tekadmu untuk mewujudkan rencana penyelamatan Bapa yang ada di surga. Seperti Maria, peliharalah dalam hati kalian rasa hormat dan sikap menyembah kepada Dia yang berkuasa melakukan "hal-hal yang besar", sebab kuduslah nama-Nya!(bdk. Luk. 1,49).

Dari Vatikan, 20 Januari 2009
Paus Benediktus XVI



Baca Selengkapnya...
| 0 komentar ]

(Relevansi kann. 1083-1094)

Rm. Dominikus Gusti Bagus Kusumawanta, Pr

Ada bermacam-macam halangan yang menggagalkan perkawinan

•1. Kurangnya umur (bdk. kan 1083): syarat umur yang dituntut oleh kodeks 1983 adalah laki-laki berumur 16 tahun dan perempuan berumur 14 tahun dan bukan kematangan badaniah. Tetapi hukum kodrati menuntut kemampuan menggunakan akalbudi dan mengadakan penilaian secukupnya dan "corpus suo tempore habile ad matrimonium". Hukum sipil sering mempunyai tuntutan umur lebih tinggi untuk perkawinan dari pada yang dituntut hukum Gereja. Jika salah satu pihak belum mencapai umur yang ditentukan hukum sipil, Ordinaris wilayah harus diminta nasehatnya dan izinnya diperlukan sebelum perkawinan itu bisa dilaksanakan secara sah (bdk kan. 1071, §1, no.3). Izin semacam itu juga harus diperoleh dari Ordinaris wilayah dalam kasus di mana orang tua calon mempelai yang belum cukup umur itu tidak mengetahui atau secara masuk akal tidak menyetujui perkawinan itu (bdk. kan 1071, §1, no.6).


•2. Impotensi (bdk kan. 1084): Impotensi itu adalah halangan yang menggagalkan, demi hukum kodrati, dalam perkawinan. Sebab impotensi itu mencegah suami dan istri mewujudkan kepenuhan persatuan hetero seksual dari seluruh hidup, badan dan jiwa yang menjadi ciri khas perkawinan. Yang membuat khas persatuan hidup suami istri adalah penyempurnaan hubungan itu lewat tindakan mengadakan hubungan seksual dalam cara yang wajar. Impotensi yang menggagalkan perkawinan, haruslah sudah ada sebelum perkawinan dan bersifat tetap. Pada waktu perkawinan sudah ada, bersifat tetap maksudnya impotensi itu terus menerus dan bukan berkala, serta tidak dapat diobati kecuali dengan operasi tidak berbahaya. Impotensi ada dua jenis: bersifat absolut dan relatif. Impotensi absolut jika laki-laki atau perempuan sama sekali impotens. Impotensi relatif jika laki-laki atau perempuan tertentu ini tidak dapat melaksanakan hubungan seksual. Dalam hal absolut orang itu tidak dapat menikah sama sekali, dalam impotensi relatif pasangan tertentu juga tidak dapat menikah secara sah.

•3. Adanya ikatan perkawinan (bdk. kan 1085): ikatan perkawinan terdahulu menjadi halangan yang menggagalkan karena hukum ilahi. Kan 1085, §1: menghilangkan ungkapan "kecuali dalam hal privilegi iman" (Jika dibandingkan dengan kodeks 1917). Ungkapan ini berarti jika seorang yang dibaptis menggunakan privilegi iman walau masih terikat oleh ikatan perkawinan terdahulu, dia bisa melaksanakan perkawinan secara sah dan ketika perkawinan baru itu dilaksanakan ikatan perkawinan lama diputuskan.

•4. Disparitas cultus (bdk. kan 1086): perkawinan antara dua orang yang diantaranya satu telah dibaptis dalam Gereja Katolik atau diterima di dalamnya dan tidak meninggalkannya dengan tindakan formal, sedangkan yang lain tidak dibaptis, adalah tidak sah. Perlu dicermati ungkapan "meninggalkan Gereja secara formal" berarti melakukan suatu tindakan yang jelas menunjukkan etikat untuk tidak menjadi anggota Gereja lagi. Tindakan itu seperti menjadi warga Gereja bukan Katolik atau agama Kristen, membuat suatu pernyataan di hadapan negara bahwa dia bukan lagi Katolik. Namun demikian janganlah disamakan tindakan itu dengan orang yang tidak pergi ke Gereja Katolik lagi tidak berarti meninggalkan Gereja. Ada dua alasan tentang norma ini: pertama karena tujuan halangan ini adalah untuk menjaga iman katolik, tidak ada alasan mengapa orang yang sudah meninggalkan Gereja harus diikat dengan halangan itu. Kedua, Gereja tidak mau membatasi hak orang untuk menikah.

•5. Tahbisan suci (bdk. kan. 1087): adalah tidak sahlah perkawinan yang dicoba dilangsungkan oleh mereka yang telah menerima tahbisan suci.

•6. Kaul kemurnian dalam suatu tarekat religius (bdk. kan. 1088): kaul kekal kemurnian secara publik yang dilaksanakan dalam suatu tarekat religius dapat menggagalkan perkawinan yang mereka lakukan.

•7. Penculikan dan penahanan (bdk. kan. 1089): antara laki-laki dan perempuan yang diculik atau sekurang-kurangnya ditahan dengan maksud untuk dinikahi, tidak dapat ada perkawinan, kecuali bila kemudian setelah perempuan itu dipisahkan dari penculiknya serta berada di tempat yang aman dan merdeka, dengan kemauannya sendiri memilih perkawinan itu. Bahkan jika perempuan sepakat menikah, perkawinan itu tetap tidak sah, bukan karena kesepakatannya tetapi karena keadaannya yakni diculik dan tidak dipisahkan dari si penculik atau ditahan bertentangan dengan kehendaknya.

•8. Kejahatan (bdk. kan. 1090): tidak sahlah perkawinan yang dicoba dilangsungkan oleh orang yang dengan maksud untuk menikahi orang tertentu melakukan pembunuhan terhadap pasangan orang itu atau terhadap pasangannya sendiri.

•9. Persaudaraan (konsanguinitas (bdk. kan. 1091): alasan untuk halangan ini adalah bahwa perkawinan antara mereka yang berhubungan dalam tingkat ke satu garis lurus bertentangan dengan hukum kodrati. Hukum Gereja merang perkawinan di tingkat lain dalam garis menyamping, sebab melakukan perkawinan di antara mereka yang mempunyai hubungan darah itu bertentangan dengan kebahagiaan sosial dan moral suami-isteri itu sendiri dan kesehatan fisik dan mental anak-anak mereka.

•10. Hubungan semenda (bdk. kan. 1092): hubungan semenda dalam garis lurus menggagalkan perkawinan dalam tingkat manapun. Kesemendaan adalah hubungan yang timbul akibat dari perkawinan sah entah hanya ratum atau ratum consummatum. Kesemendaan yang timbul dari perkawinan sah antara dia orang tidak dibaptis akan menjadi halangan pada hukum Gereja bagi pihak yang mempunyai hubungan kesemendaan setelah pembaptisan dari salah satu atau kedua orang itu. Menurut hukum Gereja hubungan kesemendaan muncul hanya antara suami dengan saudara-saaudari dari isteri dan antara isteri dengan saudara-saaudara suami. Saudara-saudara suami tidak mempunyai kesemendaan dengan saudara-saudara isteri dan sebaliknya. Menurut kodeks baru 1983 hubungan kesemendaan yang membuat perkawinan tidak sah hanya dalam garis lurus dalam semua tingkat.

•11. Kelayakan publik (bdk. kan. 1093): Halangan ini muncul dari perkawinan tidak sah yakni perkawinan yang dilaksanakan menurut tata peneguhan yang dituntut hukum, tetapi menjadi tidak sah karena alasan tertentu, misalanya cacar dalam tata peneguhan. Halangan ini muncul juga dari konkubinat yang diketahui publik. Konkubinat adalah seorang laki-laki dan perempuan hidup bersama tanpa perkawinan atau sekurang-kurangnya memiliki hubungan tetap untuk melakukan persetubuhan kendati tidak hidup bersama dalam satu rumah. Konkubinat dikatakan publik kalau dengan mudah diketahui banyak orang.

•12. Adopsi (bdk. kan. 1094): tidak dapat menikah satu sama lain dengan sah mereka yang mempunyai pertalian hukum yang timbul dari adopsi dalam garis lurus atau garis menyamping tingkat kedua. Menurut norma ini pihak yang mengadopsi dihalangi untuk menikah dengan anak yang diadopsi, dan anak yang diadopsi dihalangi untuk menikah dengan anak-anak yang dilahirkan dari orang tua yang mengadopsi dia. Alasannya karena adposi mereka menjadi saudara-sudari se keturunan.
Sumber : www.mirifica.net

Baca Selengkapnya...
| 0 komentar ]

Teknologi Baru, Relasi Baru:
Memajukan Budaya Menghormati, Dialog dan Persahabatan

(Pesan Bapa Suci
Benediktus XVI untuk Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke- 43, 24 Mei
2009)

Saudara dan Saudari
Terkasih,

1. Mendahului Hari
Komunikasi Sedunia yang akan datang, Saya ingin menyampaikan
kepada anda beberapa permenungan mengenai tema yang dipilih untuk
tahun ini yakni – Teknologi Baru, Relasi Baru: Memajukan Budaya
Menghormati, Dialog dan Persahabatan. Sesungguhnya teknologi digital baru sedang
membawa pergeseran yang hakikih terhadap
perilaku-perilaku komunikasi juga terhadap ragam hubungan manusia, khususnya
bagi kaum muda yang bertumbuh bersama teknologi baru dan telah
merasakan dunia digital sebagai rumah sendiri. Mereka berusaha
memahami dan memanfaatkan peluang yang diberikan olehnya, sesuatu
yang bagi kita orang dewasa acapkali dirasakan cukup asing. Dalam pesan tahun
ini, Saya menyadari mereka yang dikenal sebagai generasi digital, dan Saya ingin
berbagi dengan mereka, khususnya tentang gagasan-gagasan menyangkut potensi
ulung teknologi baru apabila dipergunakan untuk mamajukan pemahaman dan rasa kesetiakawanan manusia. Teknologi baru itu
sesungguhnya merupakan anugerah bagi umat manusia dan kita mesti sungguh-sungguh
memberikan jaminan bahwa manfaat yang dimilikinya dipergunakan untuk melayani
semua umat manusia secara pribadi dan komunitas, secara istimewa bagi mereka
yang kurang beruntung dan disakiti.


2. Akses
yang mudah terhadap telpon seluler dan komputer yang dikombinasikan dengan
jangkauan dan penyebaran internet secara meluas telah menciptakan serba ragam
sarana melaluinya, kata-kata dan gambar dapat disampaikan secara
langsung ke wilayah-wilayah terjauh dan terpencil di dunia, sesuatu yang tidak
pernah terpikirkan oleh generasi-generasi sebelumnya. Kekuatan besar media baru
ini telah digenggam oleh orang-orang muda dalam mengembangkan jalinan,
komunikasi dan pengertian di antara individu maupun secara bersama. Mereka telah
beralih kepada media baru sebagai sarana berkomunikasi dengan
teman- teman , sarana untuk berjumpa dengan teman-teman baru, sararana untuk
membangun paguyuban dan jejaringan, mencari informasi dan berita serta sarana
berbagi gagasan dan pendapat. Banyak manfaat muncul dari budaya baru komunikasi
ini, antara lain keluarga-keluarga masih tetap bisa berkomunikasi walau terpisah
oleh jarak yang jauh, para mahasiswa dan peneliti mendapat peluang
yang lebih cepat dan mudah kepada dokumen, sumber-sumber rujukan
dan penemuan-penemuan ilmiah sehingga mereka bisa bekerja secara bersama meski
dari tempat yang berbeda. Lebih dari itu, kodrat interaktif yang dihadirkan oleh
bebagai media baru mempermudah pembelajaran dan komunikasi dalam
bentuk yang lebih dinamis sehingga memberikan sumbangsih bagi perkembangan
sosial.

3. Betapapun kecepatan
media baru ini begitu mengagumkan dalam artian daya guna dan rasa aman, namun popularitasnya bagi para pengguna tidak seharusnya
membuat kita terheran-heran kalau ia menjawabi kerinduan mendasar umat manusia untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain.

Hasrat akan komunikasi dan
persahabatan ini berakar pada kodrat kita yang paling dalam sebagai manusia dan
tak boleh dimengerti sebagai jawaban terhadap
berbagai inovasi teknis. Dalam terang amanat Kitab Suci, hasrat untuk
berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain, pertama-tama harus dimengerti
sebagai ungkapan peran-serta kita akan kasih Allah yang
komunikatif dan mempersatukan yang ingin menjadikan seluruh umat manusia sebagai
suatu keluarga.. Tatkala kita ingin mendekati orang lain, tatkala kita ingin
mengetahui lebih banyak tentang mereka, dan membuat kita dikenal oleh
mereka, kita justru sedang menjawabi panggilan Allah yakni panggilan yang terpatok dalam kodrat kita sebagai mahkluk yang
diciptakan seturut gambar dan rupa Allah, Allah komunikasi dan
persekutuan.

4. Hasrat saling berhubungan dan naluri komunikasi yang sudah
sedemikian melekat dalam kebudayaan masa kini sungguh dipahami sebagai ungkapan kecendrungan mendasar dan berkelanjutan manusia
yang mutakhir untuk menjangkau keluar dan mengupayakan persekutuan dengan orang
lain. Kenyataanya, tatkala kita membuka diri
terhadap orang lain, kita sedang memenuhi hasrat kita yang
terdalam dan menjadi lebih sungguh manusia. Pada dasarnya,
mencintai adalah hal yang dikehendaki oleh Sang Pencipta. Dalam
hal ini, Saya tidak berbicara tentang hubungan sekilas dan dangkal, tetapi
tentang kasih yang sesungguhnya, yang menjadi inti ajaran moral Yesus:
”Kasihilah TuhanAllahmu dengan sepenuh hati, dengan seluruh jiwa raga, dengan seluruh akal budimu dan dengan seluruh kekuatanmu” dan ” kasihilah
sesamamu seperti dirimu sendiri” (bdk. Mrk 12:30-31). Dalam terang
pemahaman ini, merenungi makna teknologi baru amatlah penting
agar kita tidak sekadar menaruh pehatian pada kemampuannya yang
tak dapat diragukan untuk mengembangkan kontak dengan orang lain,
tetapi tertutama pada kwalitas isi yang disebarkan melaui media dimaksud. Saya
ingin mendorong semua orang yang berkehendak baik yang sedang bergiat di lingkungan komunikasi digital masa kini untuk sungguh membaktikan
diri dalam memajukan budaya menghomati, dialog dan
persahabatan.

Oleh karena itu, mereka yang bergiat dalam pembuatan dan penyebaran isi media baru harus benar-benar menghormati martabat dan nilai pribadi manusia. Apabila
teknologi baru dipergunakan untuk melayani kebaikan pribadi dan
masyarakat, semua penggunanya akan mengelakkan tukar menukar kata
dan gambar yang merendahkan umat manusia dan keintiman hubungan seksual atau
yang mengeksploitasi orang lemah dan menderita.

5. Teknologi baru juga
membuka jalan untuk dialog di antara orang-orang dari berbagai negara, budaya
dan agama. Gelanggang digital baru yang disebut jagat maya, memungkinkan mereka
untuk bertemu dan saling mengenal kebiasaan dan nilai-nilai mereka
masing-masing. Perjumpaan-perjumpa an yang demikian kalau mau berhasil guna,
menuntut bentuk pengungkapan bersama yang jujur dan tepat disertai sikap mendengar dengan penuh perhatian dan penuh penghargaan. Bila dialog bertujuan untuk memajukan pertumbuhan
pengertian dan sikap setia kawan, ia harus berakar pada ikhtiar
mencari kebenaran sejati dan bersama. Hidup bukanlah
sekadar rangkaian peristiwa dan pengalaman: hidup adalah sebuah pencarian
kebenaran, kebaikan dan keindahan. Untuk maksud inilah maka kita membuat
pilihan; untuk maksud inilah maka kita meragakan kebebasan kita, dengan maksud
inilah- yakni dalam kebenaran, dalam kebaikan dan dalam keindahan- kita menemukan kebahagiaan dan sukacita. Kita tidak
boleh membiarkan diri kita diperdaya oleh orang-orang yang semata-mata melihat
kita sebagai konsumen dalam sebuah pasar yang dijejali dengan aneka ragam
kemungkinan dimana pilihan itu sendiri berubah menjadi barang, kebaruan
mengganti keindahan dan pengalaman sukyektif menggantikan kebenaran.

6. Gagasan
tentang persahabatan telah mendapat pemahaman baru oleh munculnya kosa kata jaringan sosial digital dalam beberapa tahun belakangan ini. Gagasan ini merupakan suatu
pencapaian yang paling luhur dalam budaya manusia. Dalam dan melalui
persahabatan, kita bertumbuh dan berkembang sebagai manusia. Karena itu, persahabatan yang benar harus selalu dilihat sebagai kekayaan paling besar yang dapat dialami oleh pribadi
manusia. Dengan ini, kita mestinya hati-hati memandang remeh
gagasan atau pengalaman persahabatan. Sungguh menyedihkan apabila hasrat
untuk mempertahankan dan mengembangkan persahabatan ’on-line’
mengorbankan kesempatan untuk keluarga, tetangga dan mereka yang kita jumpai dalam keseharian di tempat kerja, di
tempat pendidikan dan tempat rekreasi. Apabila hasrat akan jalinan maya berubah
menjadi obsesi, maka hasrat itu akan memarjinalkan pribadi dari
interaksi sosial rial sekaligus menghambat pola istirahat,
keheningan dan permenungan yang berguna bagi perkembangan kesehatan
manusia.

7. Persahabatan adalah
kekayaan terbesar manusia, tetapi nilai ulungnya bisa hilang apabila
persahabatan itu dipahami sebagai tujuan itu sendiri. Sahabat harus saling
mendukung dan saling memberi dorongan dalam mengembangkan bakat dan pembawaan
mereka dan memanfaatkannya demi pelayanan bagi manusia. Dalam
konteks ini, sungguh membanggakan bahwa jejaringan
digital baru ini berihktiar memajukan kesetiakawanan
umat manusia, damai dan keadilan, hak asasi manusia dan penghargaan terhadap
hidup manusia serta kebaikan ciptaan. Jejaringan-jejaring an ini dapat
mempermudah bentuk-bentuk kerjasama antar orang dari konteks geografis dan budaya yang berbeda dan membuat mereka mampu
memperdalam kemanusiaan mereka dan rasa sepenanggungan demi kebaikan untuk semua. Karena itu kita mesti
secara tegas menjamin bahwa dunia digital, dimana jejaringan serupa itu dapat
dibangun, adalah dunia yang sungguh terbuka untuk semua orang. Sungguh akan menjadi tragedi masa depan bagi umat manusia, apabila
sarana baru komunikasi yang memungkinkan orang berbagi pengetahuan
dan informasi dengan cara yang lebih cepat dan berdayaguna, tidak terakses oleh
mereka yang terpinggirkan secara ekonomi dan sosial, atau apabila ia cuma membantu memperbesar kesenjangan yang memisahkan orang miskin
dari jejaringan baru itu yang justru dikembangkan bagi pelayanan
sosialisasi manusia dan penyebaran informasi.

8. Saya bermaksud
mensyimpulkan pesan ini dengan menyampaikan secara istimewa
kepada orang muda katolik untuk mendorong mereka memberikan
kesaksian iman dalam dunia digital. Saudara dan Saudari terkasih, saya meminta
kepada anda sekalian untuk memperkenalkan nilai-nilai yang melandasi hidup anda
ke dalam lingkungan budaya baru yakni budaya komunikasi dan informasi teknologi.
Pada awal kehidupan gereja, para rasul bersama
murid-muridnya mewartakan kabar gembira tentang
Yesus kepada dunia orang Yunani dan Romawi. Sudah sejak masa itu, keberhasilan karya evangelisasi menuntut perhatian
yang saksama dalam memahami kebudayaan dan kebiasaan bangsa-bangsa kafir sehingga kebenaran Injil dapat menjamah hati dan
pikiran mereka. Demikian juga pada masa kini, karya pewartaan
Kristus dalam dunia teknologi baru menuntut suatu pengetahuan yang
mendalam tentang dunia kalau teknologi itu
dipergunakan untuk melayani perutusan kita secara
berdayaguna.

Kepada anda kalian,
orang-orang muda, yang agaknya memiliki hubungan yang spontan terhadap sarana baru komunikasi, supaya
bertanggungjawab terhadap evangelisasi ’benua digital’ ini. Pastikan untuk mewartakan Injil ke dalam dunia jaman
sekarang dengan penuh semangat. Kamu mengetahui kecemasan dan
harapan mereka, cita-cita dan kekecewaan mereka: hadiah terbesar
yang dapat kalian berikan kepada mereka adalah berbagi dengan
mereka ”kabar gembira” Allah yang telah menjadi manusia, yang menderita, wafar
dan bangkit kembali untuk menyelamatkan semua orang. Hati umat manusia sedang
haus akan sebuah dunia dimana kasih meraja, dimana anugerah
dibagikan dan dimana jati diri ditemukan dalam bentuk persekutuan yang saling
menghargai. Iman kita mampu menjawabi harapan-harapan itu: semoga kamu menjadi bentaranya! Ketahuilah, Bapa Suci memberkati anda
dengan doa dan berkatnya.

Vatikan, 24 januari 2009,
pesta Santu Fransiskus dari Sales

Benediktus
XVI


Baca Selengkapnya...
| 0 komentar ]

Introduction
In the year 380 the emperors Gratian and Theodosius I decided to convoke this council to counter the Arians, and also to judge the case of Maximus the Cynic, bishop of Constantinople. The council met in May of the following year. One hundred and fifty bishops took part, all of them eastern Orthodox, since the Pneumatomachi party had left at the start.

After Maximus had been condemned, Meletius, bishop of Antioch, appointed Gregory of Nazianzus as the lawful bishop of Constantinople and at first presided over the council. Then on Meletius' sudden death, Gregory took charge of the council up to the arrival of Acholius, who was to table Pope Damasus' demands: namely, that Maximus should be expelled as an interloper, and that the translation of bishops should be avoided. But when Timothy, bishop of Alexandria, arrived he declared Gregory's appointment invalid. Gregory resigned the episcopacy and Nectarius, after baptism and consecration, was installed as bishop and presided over the council until its closure.


No copy of the council's doctrinal decisions, entitled tomos kai anathematismos engraphos (record of the tome and anathemas), has survived. So what is presented here is the synodical letter of the synod of Constantinople held in 382, which expounded these doctrinal decisions, as the fathers witness, in summary form: namely, along the lines defined by the council of Nicaea, the consubstantiality and co-eternity of the three divine persons against the Sabellians, Anomoeans, Arians and Pneumatomachi, who thought that the divinity was divided into several natures; and the enanthropesis (taking of humanity) of the Word, against those who supposed that the Word had in no way taken a human soul. All these matters were in close agreement with the tome that Pope Damasus and a Roman council, held probably in 378, had sent to the East.

Scholars find difficulties with the creed attributed to the council of Constantinople. Some say that the council composed a new creed. But no mention is made of this creed by ancient witnesses until the council of Chalcedon; and the council of Constantinople was said simply to have endorsed the faith of Nicaea, with a few additions on the holy Spirit to refute the Pneumatomachian heresy. Moreover, if the latter tradition is accepted, an explanation must be given of why the first two articles of the so-called Constantinopolitan creed differ considerably from the Nicene creed.

It was J. Lebon, followed by J. N. D. Kelly and A. M. Ritter, who worked at the solution of this problem. Lebon said that the Nicene creed, especially since it was adapted to use at baptism, had taken on a number of forms. It was one of these which was endorsed at the council of Constantinople and developed by additions concerning the holy Spirit. All the forms, altered to some extent or other, were described by a common title as "the Nicene faith". Then the council of Chalcedon mentioned the council of Constantinople as the immediate source of one of them, marked it out by a special name "the faith of the 150 fathers", which from that time onwards became its widely known title, and quoted it alongside the original simple form of the Nicene creed. The Greek text of the Constantinopolitan creed, which is printed below, is taken from the acts of the council of Chalcedon.

The council of Constantinople enacted four disciplinary canons: against the Arian heresy and its sects (can. 1), on limiting the power of bishops within fixed boundaries (can. 2), on ranking the see of Constantinople second to Rome in honour and dignity (can. 3), on the condemnation of Maximus and his followers (can. 4). Canons 2-4 were intended to put a stop to aggrandisement on the part of the see of Alexandria. The two following canons, 5 and 6, were framed at the synod which met in Constantinople in 382. The 7th canon is an extract from a letter which the church of Constantinople sent to Martyrius of Antioch.

The council ended on 9 July 381, and on 30 July of the same year, at the request of the council fathers, the emperor Theodosius ratified its decrees by edict .

Already from 382 onwards, in the synodical letter of the synod which met at Constantinople, the council of Constantinople was given the title of "ecumenical". The word denotes a general and plenary council. But the council of Constantinople was criticised and censured by Gregory of Nazianzus. In subsequent years it was hardly ever mentioned. In the end it achieved its special status when the council of Chalcedon, at its second session and in its definition of the faith, linked the form of the creed read out at Constantinople with the Nicene form, as being a completely reliable witness of the authentic faith. The fathers of Chalcedon acknowledged the authority of the canons — at least as far as the eastern church was concerned — at their sixteenth session. The council's dogmatic authority in the western church was made clear by words of Pope Gregory I: "I confess that I accept and venerate the four councils (Nicaea, Constantinople, Ephesus and Chalcedon) in the same way as I do the four books of the holy Gospel...."

The bishop of Rome's approval was not extended to the canons, because they were never brought "to the knowledge of the apostolic see''. Dionysius Exiguus knew only of the first four — the ones to be found in the western collections. Pope Nicholas I wrote of the sixth canon to Emperor Michael III: "It is not found among us, but is said to be in force among you''.

The English translation is from the Greek text, which is the more authoritative version.

The Exposition Of The 150 Fathers

We believe in one God the Father all-powerful, maker of heaven and of earth, and of all things both seen and unseen. And in one Lord Jesus Christ, the only-begotten Son of God, begotten from the Father before all the ages, light from light, true God from true God, begotten not made, consubstantial with the Father, through whom all things came to be; for us humans and for our salvation he came down from the heavens and became incarnate from the holy Spirit and the virgin Mary, became human and was crucified on our behalf under Pontius Pilate; he suffered and was buried and rose up on the third day in accordance with the scriptures; and he went up into the heavens and is seated at the Father's right hand; he is coming again with glory to judge the living and the dead; his kingdom will have no end. And in the Spirit, the holy, the lordly and life-giving one, proceeding forth from the Father, co-worshipped and co-glorified with Father and Son, the one who spoke through the prophets; in one, holy, catholic and apostolic church. We confess one baptism for the forgiving of sins. We look forward to a resurrection of the dead and life in the age to come. Amen.

A Letter Of The Bishops Gathered In Constantinople [1]

To the most honoured lords and most reverend brethren and fellow-ministers, Damasus, Ambrose, Britton, Valerian, Acholius, Anemius, Basil, and the rest of the holy bishops who met in the great city of Rome: the sacred synod of orthodox bishops who met in the great city of Constantinople sends greetings in the Lord.

It may well be unnecessary to instruct your reverence by describing the many sufferings that have been brought upon us under Arian domination, as if you did not know already. Nor do we imagine that your piety considers our affairs so trivial that you need to learn what you must be suffering along with us. Nor were the storms which beset us such as to escape your notice on grounds of insignificance. The period of persecution is still recent and ensures that the memory remains fresh not only among those who have suffered but also among those who have through love made the lot of those who suffered their own. It was barely yesterday or the day before that some were freed from the bonds of exile and returned to their own churches through a thousand tribulations. The remains of others who died in exile were brought back. Even after their return from exile some experienced a ferment of hatred from the heretics and underwent a more cruel fate in their own land than they did abroad, by being stoned to death by them in the manner of the blessed Stephen. Others were torn to shreds by various tortures and still carry around on their bodies the marks of Christ's wounds and bruises. Who could number the financial penalties, the fines imposed on cities, the confiscations of individual property, the plots, the outrages, the imprisonments? Indeed all our afflictions increased beyond number: perhaps because we were paying the just penalty for our sins; perhaps also because a loving God was disciplining us by means of the great number of our sufferings.

So thanks be to God for this. He has instructed his own servants through the weight of their afflictions, and in accordance with his numerous mercies he has brought us back again to a place of refreshment The restoration of the churches demanded prolonged attention, much time and hard work from us if the body of the church which had been weak for so long was to be cured completely by gradual treatment and brought back to its original soundness in religion. We may seem on the whole to be free from violent persecutions and to be at the moment recovering the churches which have long been in the grip of the heretics. But in fact we are oppressed by wolves who even after expulsion from the fold go on ravaging the flocks up and down dale, making so bold as to hold rival assemblies, activating popular uprisings and stopping at nothing which might harm the churches. As we have said, this made us take a longer time over our affairs.

But now you have shown your brotherly love for us by convoking a synod in Rome, in accordance with God's will, and inviting us to it, by means of a letter from your most God-beloved emperor, as if we were limbs of your very own, so that whereas in the past we were condemned to suffer alone, you should not now reign in isolation from us, given the complete agreement of the emperors in matters of religion. Rather, according to the word of the apostle, we should reign along with you'. So it was our intention that if it were possible we should all leave our churches together and indulge our desires rather than attend to their needs. But who will give us wings as of a dove, so we shall fly and come to rest with you? This course would leave the churches entirely exposed, just as they are beginning their renewal; and it is completely out of the question for the majority. As a consequence of last year's letter sent by your reverence after the synod of Aquileia to our most God-beloved emperor Theodosius, we came together in Constantinople. We were equipped only for this stay in Constantinople and the bishops who remained in the provinces gave their agreement to this synod alone. We foresaw no need for a longer absence, nor did we hear of it in advance at all, before we gathered in Constantinople. On top of this the tightness of the schedule proposed allowed no opportunity to prepare for a longer absence, nor to brief all the bishops in the provinces who are in communion with us and to get their agreement. Since these considerations, and many more besides, prevented most of us from coming, we have done the next best thing both to set matters straight and to make your love for us appreciated: we have managed to convince our most venerable and reverend brethren and fellow-ministers, Bishops Cyriacus, Eusebius and Priscian to be willing to undertake the wearisome journey to you. Through them we wish to show that our intentions are peaceful and have unity as their goal. We also want to make clear that what we are zealously seeking is sound faith.

What we have undergone — persecutions, afflictions, imperial threats, cruelty from officials, and whatever other trial at the hands of heretics — we have put up with for the sake of the gospel faith established by the 318 fathers at Nicaea in Bithynia. You, we and all who are not bent on subverting the word of the true faith should give this creed our approval. It is the most ancient and is consistent with our baptism. It tells us how to believe in the name of the Father and of the Son and of the holy Spirit: believing also, of course, that the Father, the Son and the holy Spirit have a single Godhead and power and substance, a dignity deserving the same honour and a co-eternal sovereignty, in three most perfect hypostases, or three perfect persons. So there is no place for Sabellius's diseased theory in which the hypostases are confused and thus their proper characteristics destroyed. Nor may the blasphemy of Eunomians and Arians and Pneumatomachi prevail, with its division of substance or of nature or of Godhead, and its introduction of some nature which was produced subsequently, or was created, or was of a different substance, into the uncreated and consubstantial and co-eternal Trinity. And we preserve undistorted the accounts of the Lord's taking of humanity, accepting as we do that the economy of his flesh was not soulless nor mindless nor imperfect. To sum up, we know that he was before the ages fully God the Word, and that in the last days he became fully man for the sake of our salvation.

So much, in summary, for the faith which is openly preached by us. You can take even more heart concerning these matters if you think fit to consult the tome that was issued in Antioch by the synod which met there as well as the one issued last year in Constantinople by the ecumenical synod. In these documents we confessed the faith in broader terms and we have issued a written condemnation of the heresies which have recently erupted.

With regard to particular forms of administration in the churches, ancient custom, as you know, has been in force, along with the regulation of the saintly fathers at Nicaea, that in each province those of the province, and with them-should the former so desire — their neighbours, should conduct ordinations as need might arise. Accordingly, as you are aware, the rest of the churches are administered, and the priests [= bishops] of the most prominent churches have been appointed, by us. Hence at the ecumenical council by common agreement and in the presence of the most God-beloved emperor Theodosius and all the clergy, and with the approval of the whole city, we have ordained the most venerable and God-beloved Nectarius as bishop of the church newly set up, as one might say, in Constantinople — a church which by God's mercy we just recently snatched from the blasphemy of the heretics as from the lion's jaws. Over the most ancient and truly apostolic church at Antioch in Syria, where first the precious name of "Christians" came into use, the provincial bishops and those of the diocese of the East came together and canonically ordained the most venerable and God-beloved Flavian as bishop with the consent of the whole church, as though it would give the man due honour with a single voice. The synod as a whole also accepted that this ordination was legal. We wish to inform you that the most venerable and God-beloved Cyril is bishop of the church in Jerusalem, the mother of all the churches. He was canonically ordained some time ago by those of the province and at various times he has valiantly combated the Arians.

We exhort your reverence to join us in rejoicing at what we have legally and canonically enacted. Let spiritual love link us together, and let the fear of the Lord suppress all human prejudice and put the building up of the churches before individual attachment or favour. In this way, with the account of the faith agreed between us and with Christian love established among us, we shall cease to declare what was condemned by the apostles, "I belong to Paul, I to Apollo, I to Cephas"; but we shall all be seen to belong to Christ, who has not been divided up among us; and with God's good favour, we shall keep the body of the church undivided, and shall come before the judgment-seat of the Lord with confidence.

Canons

1

The profession of faith of the holy fathers who gathered in Nicaea in Bithynia is not to be abrogated, but it is to remain in force. Every heresy is to be anathematised and in particular that of the Eunomians or Anomoeans, that of the Arians or Eudoxians, that of the Semi-Arians or Pneumatomachi, that of the Sabellians that of the Marcellians, that of the Photinians and that of the Apollinarians.

2

Diocesan bishops are not to intrude in churches beyond their own boundaries nor are they to confuse the churches: but in accordance with the canons, the bishop of Alexandria is to administer affairs in Egypt only; the bishops of the East are to manage the East alone (whilst safeguarding the privileges granted to the church of the Antiochenes in the Nicene canons); and the bishops of the Asian diocese are to manage only Asian affairs; and those in Pontus only the affairs of Pontus; and those in Thrace only Thracian affairs. Unless invited bishops are not to go outside their diocese to perform an ordination or any other ecclesiastical business. If the letter of the canon about dioceses is kept, it is clear that the provincial synod will manage affairs in each province, as was decreed at Nicaea. But the churches of God among barbarian peoples must be administered in accordance with the custom in force at the time of the fathers.

3

Because it is new Rome, the bishop of Constantinople is to enjoy the privileges of honour after the bishop of Rome.

4

Regarding Maximus the Cynic and the disorder which surrounded him in Constantinople: he never became, nor is he, a bishop; nor are those ordained by him clerics of any rank whatsoever. Everything that was done both to him and by him is to be held invalid.

5

Regarding the Tome [2] of the Westerns: we have also recognised those in Antioch who confess a single Godhead of Father and Son and holy Spirit.

6

There are many who are bent on confusing and overturning the good order of the church and so fabricate, out of hatred and a wish to slander, certain accusations against orthodox bishops in charge of churches. Their intention is none other than to blacken priests' reputations and to stir up trouble among peace-loving laity. For this reason the sacred synod of bishops assembled at Constantinople has decided not to admit accusers without prior examination, and not to allow everyone to bring accusations against church administrators — but without excluding everyone. So if someone brings a private (that is a personal) complaint against the bishop on the grounds that he has been defrauded or in some other way unjustly dealt with by him, in the case of this kind of accusation neither the character nor the religion of the accuser will be subject to examination. It is wholly essential both that the bishop should have a clear conscience and that the one who alleges that he has been wronged, whatever his religion may be, should get justice.

But if the charge brought against the bishop is of an ecclesiastical kind, then the characters of those making it should be examined, in the first place to stop heretics bringing charges against orthodox bishops in matters of an ecclesiastical kind. (We define "heretics" as those who have been previously banned from the church and also those later anathematised by ourselves: and in addition those who claim to confess a faith that is sound, but who have seceded and hold assemblies in rivalry with the bishops who are in communion with us.) In the second place, persons previously condemned and expelled from the church for whatever reason, or those excommunicated either from the clerical or lay rank, are not to be permitted to accuse a bishop until they have first purged their own crime. Similarly, those who are already accused are not permitted to accuse a bishop or other clerics until they have proved their own innocence of the crimes with which they are charged. But if persons who are neither heretics nor excommunicates, nor such as have been previously condemned or accused of some transgression or other, claim that they have some ecclesiastical charge to make against the bishop, the sacred synod commands that such persons should first lay the accusations before all the bishops of the province and prove before them the crimes committed by the bishop in the case. If it emerges that the bishops of the province are not able to correct the crimes laid at the bishop's door, then a higher synod of the bishops of that diocese, convoked to hear this case, must be approached, and the accusers are not to lay their accusations before it until they have given a written promise to submit to equal penalties should they be found guilty of making false accusations against the accused bishop, when the matter is investigated.

If anyone shows contempt of the prescriptions regarding the above matters and presumes to bother either the ears of the emperor or the courts of the secular authorities, or to dishonour all the diocesan bishops and trouble an ecumenical synod, there is to be no question whatever of allowing such a person to bring accusations forward, because he has made a mockery of the canons and violated the good order of the church.

7

Those who embrace orthodoxy and join the number of those who are being saved from the heretics, we receive in the following regular and customary manner: Arians, Macedonians, Sabbatians, Novatians, those who call themselves Cathars and Aristae, Quartodeciman or Tetradites, Apollinarians—these we receive when they hand in statements and anathematise every heresy which is not of the same mind as the holy, catholic and apostolic church of God. They are first sealed or anointed with holy chrism on the forehead, eyes, nostrils, mouth and ears. As we seal them we say: "Seal of the gift of the holy Spirit". But Eunomians, who are baptised in a single immersion, Montanists (called Phrygians here), Sabellians, who teach the identity of Father and Son and make certain other difficulties, and all other sects — since there are many here, not least those who originate in the country of the Galatians — we receive all who wish to leave them and embrace orthodoxy as we do Greeks. On the first day we make Christians of them, on the second catechumens, on the third we exorcise them by breathing three times into their faces and their ears, and thus we catechise them and make them spend time in the church and listen to the scriptures; and then we baptise them.

Notes

1. Namely the synod of Constantinople in 382

2. This tome has not survived; it probably defended Paul of Antioch
Sumber : imankatolik.or.id

Baca Selengkapnya...
| 1 komentar ]

Menurut Ajaran resmi Gereja struktur Hierarkis termasuk hakikat kehidupan-nya juga. Perutusan ilahi, yang dipercayakan Kristus kepada para rasul itu, akan berlangsung sampai akhir zaman (lih. Mat 28:20). Sebab Injil, yang harus mereka wartakan, bagi Gereja merupakan azas seluruh kehidupan untuk selamanya. Maka dari itu dalam himpunan yang tersusun secara hirarkis yaitu para Rasul telah berusha mengangkat para pengganti mereka.Maka Konsili mengajarkan bahwa "atas penetapan ilahi para uskup menggantikan para rasul sebagai gembala Gereja" Kepada mereka itu para Rasul berpesan, agar mereka menjaga seluruh kawanan, tempat Roh Kudus mengangkat mereka untuk menggembalakan jemaat Allah (lih. Kis 20:28).(LG 20). Pengganti meraka yakni, para Uskup, dikehendaki-Nya menjadi gembala dalam Gereja-Nya hingga akhir jaman (LG 18).



makdud dari "atas penetapan ilahi para uskup menggantikan para rasul sebagai gembala Gereja" ialah bahwa dari hidup dan kegiatan Yesus timbulah keplompok orang yang kemudian berkembang menjadi Gereja, seperti yang dikenal sekarang. Proses perkembangan pokok itu terjadi dalam Gereja perdana atau Gereja para rasul, Yakni Gereja yang mengarang Kitab Suci Perjanjian baru. Jadi, dalam kurun waktu antara kebangkitan Yesus dan kemartiran St. Ignatius dari Antiokhia pada awal abad kedua, secara prinsip terbentuklah hierarki Gereja sebagaimana dikenal dalam Gereja sekarang.

Striktur Hierarkis Gereja yang sekarang terdiri dari dewan para Uskup dengan Paus sebagai kepalanya, dan para imam serta diakon sebagai pembantu uskup

1. Para Rasul

Sejarah awal perkembangan Hierarki adalah kelompok keduabelas rasul. Inilah kelompok yang sudah terbentuk waktu Yesus masih hidup. Seperti Paulus juga menyebutnya kelompok itu " mereka yang telah menjadi rasul sebelum aku" (Gal 1:17). Demikian juga Paulus pun seorang rasul, sebagaimana dalam Kitab Suci (1Kor 9:1, 15:9, dsb)

Pada akhir perkembangannya ada struktur dari Gereja St. Ignatius dari Antiokhia, yang mengenal "penilik" (Episkopos), "penatua" (presbyteros), dan "pelayan" (diakonos). Struktur ini kemudian menjadi struktur Hierarkis yang terdiri dari uskup, imam dan diakon.

2. Dewan Para Uskup

Pada akhir zaman Gereja perdana, dudah diterima cukup umum bahwa para uskup adalah pengganti para rasul, seperti juga dinyatakan dalam Konsili Vatikan II (LG 20). Tetapi hall itu tidak berarti bahwa hanya ada dua belas uskup (karena duabelas rasul). Disini dimkasud bukan rasul satu persatu diganti oelh orang lain, tetapi kalangan para rasul sebagai pemimpin Gereja diganti oleh kalangan pra uskup. hal tersebut juga di pertegas dalam Konsili Vatikan II (LG 20 dan LG 22).

Tegasnya, dewan para uskup menggantikan dewan para rasul. Yang menjadi pimpinan Gereja adalah dewan para uskup. Seseorang diterima menjadi uskup karena diterima kedalam dewan itu. itulah Tahbisan uskup, " Seorang menjadi anggota dewan para uskup dengan menerima tahbisan sakramental dan berdasarkan persekutuan hierarkis dengan kepada maupun para anggota dewan" (LG 22). Sebagai sifat kolegial ini, tahbisan uskup belalu dilakukan oleh paling sedikit tiga uskup, sebeb tahbisan uskup berarti bahwa seorang anggota baru diterima kedalam dewan para uskup (LG 21).

3. Paus

Kristus mengangkat Petrus menjadi ketua para rasul lainnya untuk menggembalakan umat-Nya. Paus, pengganti Petrus adalah pemimpin para uskup.

Nenurut kesaksian tradisi, Petrus adalah uskup Roma pertama. Karena itu Roma selalu dipandang sebagai pusat dan pedoman seluruh Gereja. Maka menurut keyakinan tradisi, uskup roma itu pengganti petrus, bukan hanya sebagai uskup lokal melainkan terutama dalam fungsinya sebagai ketua dewan pimpinan Gereja. Paus adalah uskup Roma, dan sebagai uskup Roma ia adalah pengganti Petrus dengan tugas dan kuasa yang serupa dengan Petrus. hal ini dapat kita lihat dalam sabda Yesus sendiri :

"Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga." (Mat 16:17-19).

4. Uskup

Paus adalah juga seorang uskup. kekhususannya sebagai Paus, bahwa dia ketua dewan para uskup. Tugas pokok uskup ditempatnya sendiri dan Paus bagi seluruh Gereja adalah pemersatu. Tugas hierarki yang pertama dan utama adalah mempersatukan dan mempertemukan umat. Tugas itu boleh disebut tugas kepemimpinan, dan para uskup "dalam arti sesungguhnya disebut pembesar umat yang mereka bimbing" (LG 27).

Tugas pemersatu dibagi menjadi tiga tugas khusus menurut tiga bidang kehidupan Gereja. Komunikasi iman Gereja terjadi dalam pewartaan, perayaan dan pelayanan. Maka dalam tiga bidang itu para uskup, dan Paus untuk seluruh Gereja, menjalankan tugas kepemimpinannya. "Diantara tugas-tugas utama para uskup pewartaan Injilah yang terpenting" (LG 25). Dalam ketiga bidang kehidupan Gereja uskup bertindak sebagai pemersatu, yang mempertemukan orang dalam komunikasi iman.

5. Imam

Pada zaman dahulu, sebuah keuskupan tidak lebih besar daripada sekrang yang disebut paroki. Seorang uskup dapat disebut "pastor kepala" pada zaman itu. dan imam-imam "pastor pembantu", lama kelamaan pastor pembantu mendapat daerahnya sendiri, khususnya di pedesaan. Makin lama daerah-daerah keuskupan makin besar. Dengan Demikian, para uskup semakin diserap oleh tugas oraganisasi dan administrasi. Tetapi itu sebetulnya tidak menyangkut tugasnya sendiri sebagai uskup, melainkan cara melaksanakannya. sehingga uskup sebagai pemimpin Gereja lokal, jarang kelihatan ditengah-tengah umat.

melihat perkembangan demikian, para imam menjadi wakil uskup. "Di masing-masing jemaat setempat dalam arti tertentu mereka menghadirkan uskup. Para imam dipanggil melayani umat Allah sebagai pembantu arif bagu badan para uskup, sebagai penolong dan organ mereka" (LG 28).

Tugas konkret mereka sama seperti uskup: "Mereka ditahbiskan untuk mewartakan Injil serta menggembalakan umat beriman, dan untuk merayakan ibadat ilahi"

6. Diakon

"Pada tingkat hiererki yang lebih rendah terdapat para diakon, yang ditumpangi tangan 'bukan untuk imamat, melainkan untuk pelayanan'" (LG29). Mereka pembantu uskup tetapi tidak mewakilinya.

Para uskup mempunyai 2 macam pembantu, yaitu pembantu umum (disebut imam) dan pembantu khusus (disebut diakon). Bisa dikatakan juga diakon sebagai "pembantu dengan tugas terbatas". jadi diakon juga termasuk kedalam anggota hierarki

Istilah nama:

seorang kardinal adalah seorang uskup yang diberi tugas dan wewenang memilih Paus baru, bila ada seorang Paus yang meninggal. (karena Paus adalah uskup roma, maka Paus baru sebetulnya dipilih oleh pastor-pastor kota Roma, khususnya pastor-pastor dari gereja-gereja "utama" (cardinalis)). Dewasa ini para kardinal dipilih dari uskup-uskup seluruh dunia. lama kelamaan para kardinal juga berfungsi sebagai penasihat Paus, bahkan fungsi kardinal menjadi suatu jabatan kehormatan. Para kardinal diangkat oleh Paus. Sejak abad ke 13 warna pakaian khas adalah merah lembayung.
Sumber : imankatolik.or.id

Baca Selengkapnya...
| 1 komentar ]

oleh,Mundhi Sabda Hardiningtyas

Minggu lalu saya menolak undangan untuk berdoa semalam suntuk di rumah ketua persekutuan kami. Doa puasa itu dimaksudkan untuk meminta kesembuhan bagi ibunda ketua persekutuan yang sedang koma di rumah sakit. Sebenarnya sang ibunda sudah 14 tahun menderita kanker payudara. Walaupun dokter menyarankan payudara sebelah kanannya itu diangkat, tetapi ibunda yang mantan model era delapan puluhan itu tidak rela kehilangan bagian tubuhnya yang indah itu.




Sejak 1994 wanita itu memilih pengobatan alternatif secara tradisional maupun cara supranatural dengan pertolongan dukun. Entah bagaimana proses penyembuhannya, sejak awal 2008 wanita itu harus mondar-mandir ke rumah sakit lagi. Menurut kabar yang beredar, benjolan di kedua payudara wanita itu pecah dan mengeluarkan nanah. Ketika membesuk di rumah sakit, saya mencium bau anyir yang menyengat, yang menandakan ada luka membusuk di tubuh wanita itu.


Tiga bulan lalu ketika membesuk wanita tua itu di rumahnya, saya mendapatkan pemandangan mengerikan. Kemoterapi yang telah dilakukan berulang kali, membuat wanita itu kehilangan seluruh rambutnya dan seluruh permukaan kulitnya hangus terbakar. Matanya yang cekung dan pipinya yang kempot membuat wanita itu mirip zombi. Kuku-kuku tangan dan kakinya yang terlepas seolah menebar aura kematian. Saya sempat bertanya kepada wanita itu, “Apakah Bunda memimpikan sesuatu?” Dengan lirih dia menjawab, “Saya cuma ingin kembali ke rumah Bapa dengan cantik!” Saya pun berbisik, “Bunda, Tuhan tahu dan sanggup memberikan yang terbaik. Percayalah!”

Awal bulan dokter menyatakan bahwa sel kanker yang mematikan itu telah menjalar ke kedua kaki wanita itu. Sayangnya amputasi tidak bisa dilakukan karena dia juga diketahui menderita diabetes. Seminggu lalu, dia terpaksa masuk ICCU karena tidak sadarkan diri. Menurut dokter, sel kanker telah menggerogoti paru-parunya.


Semua anggota keluarga sangat berduka. Segenap kerabat dan sahabat dikerahkan untuk berdoa. Walaupun jarang bergabung dengan persekutuan yang diadakan di rumah sang ketua, saya tetap berdoa kiranya Tuhan memberikan yang terbaik. Kalau Tuhan memandang baik, wanita itu sembuh, saya yakin Tuhan akan menyembuhkannya. Namun jika Tuhan memandang baik wanita itu segera kembali ke rumah Bapa, saya memohon belas kasihan Tuhan supaya wanita itu dipanggil dengan cara yang tidak menyakitkan.


Walaupun ketua persekutuan mengajak berdoa puasa semalam suntuk, tapi saya hanya berdoa seperlunya dan sengaja meninggalkan persekutuan itu dengan dua alasan. Yang pertama, saya merasa tidak bisa bersehati, berdoa memaksa Tuhan untuk menyembuhkan dan mengganti paru-paru baru wanita itu, seperti yang diminta ketua persekutuan. Saya merasa teman-teman persekutuan menggunakan doa semalam suntuk untuk menyogok Tuhan supaya mau menyamakan kehendak-Nya dengan keinginan kita.

Dengan berapi-api ketua persekutuan itu berdoa, “Tuhan, saya yakin Engkau akan menyembuhkan Bunda! Saya yakin Engkau akan memberikan paru-paru baru karena Engkau tidak pernah memberikan ular kepada yang minta ikan”. Setiap mendengar doa itu, saya menghampiri anak-anak bunda yang lain. Dengan lembut saya berusaha mengoreksi doa itu, dengan berkata, “Yakinlah bahwa Tuhan tahu dan sanggup memberikan yang terbaik, bahkan sebelum kita memintanya. Tuhan memang tidak pernah mem-berikan ular kepada yang minta ikan, tapi DIA juga tidak akan memberikan ular kepada yang minta ular”.


Alasan kedua, saya merasa ada hal lain yang perlu dilakukan selain berdoa, yaitu menyiapkan hati semua anggota keluarga. Saya merasa keluarga harus percaya bahwa ada kebangkitan dan kehidupan baru setelah kematian, supaya mereka rela melepas bundanya kembali ke rumah Bapa. Saya merasa mereka harus diyakinkan bahwa kematian adalah kebangkitan yang tertunda.


Beberapa hari lalu, wanita itu kembali ke rumah Bapa. Tuhan memang tidak mengabulkan doa teman-teman persekutuan saya yang meminta kesembuhan dan paru-paru baru. Tapi itu bukan berarti Tuhan tidak sanggup memberikan “ikan” kepada yang memintanya. Hanya saja, kita harus meneliti ulang, apakah yang kita minta itu benar-benar ikan atau ular? Walaupun doa kita sertai tangisan darah sekalipun, kalau yang kita minta ternyata “ular”, maka Tuhan tidak akan mengabulkannya. Tuhan berkata “TIDAK” kalau permintaan kita dipandang-Nya tidak baik.?

Sumber :ayahbunda.org

Baca Selengkapnya...
| 0 komentar ]

Panitia Paskah 2009 bekerja sama dengan Seksi Kesehatan Paroki St. Thomas Rasul dan
Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI)

Pelaksanaan :
Waktu : 15 Maret 2009
Tempat : Paroki St. Thomas Rasul Jl. Pakis Raya Blok G/5, Bojong Indah.
Telp : 5810977, 5811602, 5825806

Bagi Umat yang berminat dapat secepatnya mengambil formulir pendaftaran pada ketua Lingkungan masing-masing. Formulir pendaftaran dan persyaratan lainnya sudah harus dikembalikan ke Panitia Paskah 2009, atau Sekretaris gereja, selambat-lambatnya pada hari Minggu Tanggal 22 Februari 2009

Sumber : Panitia Paskah 2009 Paroki St. Thomas Rasul Bojong Indah
.

Baca Selengkapnya...
| 1 komentar ]

Seorang ayah, kebetulan pengusaha kaya multi-usaha, menghadapi persoalan yang amat pelik. Siapakah yang harus dipilihnya menjadi president& CEO menggantikan dirinya memimpin kerajaan bisnisnya yang sudah dibangun susah payah lebih dari setengah abad?
Kini usianya sudah berkepala tujuh dan penyakit-penyakit tua sudah mulai menggerogoti dirinya. Ia tahu sebentar lagi dirinya akan mengikuti jejak nenek moyangnya menuju lorong hidup manusia fana.


Anaknya tiga orang. Si sulung amat cerdas, meraih MSc. dan MBA luar negeri, ia berselera canggih, senang glamour, ambisius, dan punya pergaulan yang luas di kalangan jet set. Cuma si ayah cukup khawatir karena si sulund ini punya bakat bercumbu dengan bahaya seperti (konon) keluarga kennedy. Nalurinya besar, dan niat curangnya pun cukup kuat. Singkatnya, ia cerdas, kreatif, namun lihai dan licin.
Si tengah, lebih hebat lagi. Bergelar PhD. Bidang kimia dari universitas beken di amerika. Ia lulus dengan predikat magna cum laude. Papernya bertebaran di jurnal-jurnal internasional. Bangga sekali hati si ayah yang Cuma lulus SMP zaman jepang. Dia dosen dan peneliti. Dan diperusahaan ayahnya dia menjabat sebagai Direktur Riset dan Pengembangan. Tetapi menjadi CEO, dia terlalu akademis. Kurang cocok dengan bisnis mereka yang kini berspektrum sangat lebar.
Si bungsu, satu-satunya perempuan, Cuma lulus S1 dalam negeri. Meskipun sejak lima tahun ia bergabung dengan usaha ayahnya sebagai Direktur Grup Konsumer, tetapi ia mulai karirnya di perusahaan asing sebagai wiraniaga (marketing Exsekutive). Ia merangkak dari bawah hingga 15 tahun kemudian mencapai posisi General Manager. Otaknya kalah brilian dibanding kedua kakaknya.
Meskipun cenderung hemat berkata-kata, namun ia menunjukkan bakat memimpin yang baik. Ia mampu mendengar dengan intens. Berbagai pendapat dan gagasan biasa diolahnya dengan dalam. Gaya hidupnya biasa saja. Ia disenangi sekaligus disegani orang karena sikapnya yang fair, jujur, dan mampu merakyat dengan para bawahannya.
Nah, jika Ada adalah konsultan idependen, siapakah pilihan anda menggantikan sang patriarch menjadi president &CEO?Saya bertaruh, sebagian besar Anda akan menominasikan si bungsu. Dan si ayah juga demikian. Masalah ini menjadi pelik, karena menurut adat istiadat, si sulung pewaris takhta. Dan, ia sangat berambisi untuk itu. Sedang si bungsu, selain paling buncit, perempuan lagi. Jadi ia kalah status, gelar, dan gender. Bagai mana jalan keluarnya? Konsultan angkat tangan. Rujukan buku teks tidak ada. Sang patriarch ahirnya hanya mengandalkan wibawa dan hikmatnya sebagai ayah.
Lalu dipanggilnya ketiga anaknya. Dibentangnya persoalan secara gamlang. diuraikannya plus-minus setiap anaknya. Dianalisisnya kemungkinan sukses masing-masing memimpin grup usaha itu menuju millennium ketiga. Dialogpun dimulai. Dan siayah segera maklum, dead lock akan terjadi. “Sudahlah, aku akan memutuskan sendiri siapa penggantiku,” kata orang tua itu ahirnya. Ketiganya menurut. Seminggu kemudian, si ayah datang dengan sebuah ujian. ”Barangsiapa bisa mengisi ruang ini sepenuh-penuhnya, maka ialah penggantiku ,”katanya sambil menunjuk ruang rapat yang Cuma terisi empat kursi dan sebuah meja bundar. “Budget maksimum Rp 1 juta,” tambahnya lagi.
Kesempatan pertama jatuh pada si sulung. Enteng, pikirnya. Besoknya, dipenuhinya ruangan itu dengan cacahan kertas berkarug-karung. Dan memang ruangan itu menjadi padat. “Bagus, besok giliranmu,” kata si ayah kepada anak keduanya.
Duapuluh empat jam kemudian, ruangan itu pun dipenuhinya dengan butiran styro-foam yang diperolehnya dengan menghancurkan bekas-bekas packaging. ”oke, besok giliranmu,” kata sang patriarch menunjuk putrinya.
Esoknya, ketika acara inspeksi dimulai, ternyata ruangan masih kosong. ”Lho, kok kosong?” Tanya ketiganya hamper serempak. Sang putri diam saja. Dimatikannya saklar lampu. Dari sakunya dia keluarkan sebatang lilin. Ditaruhnya diatas meja. Lalu disulutnya dengan sebatang korek api. “Lihat, ruangan ini penuh dengan terang. Silahkan dinilai, apakah ada cela kosong tak tersinari,” katanya kalem. Tak terbantah siapa pun, dia dinyatakan menang dan sang putri pun berhak menduduki kursi tertinggi. Problem solved.
Kualitas yang ditunjukkan sang ayah dan putrinya adalah apa yang saya sebut sebagai hikmat. Ciri utama orang berhikmat (wise person) ialah kemampuan memecahkan masalah secara genuline dan memuaskan. Ini selaras dengan Jerry Pino yang merumuskan hikmat sebagai kemampuan membuat the best decision at any given situation.
Pintar, di pihak lain, adalah kemampuan mencerna dan mengolah informasi secara cepat. ciri-cirinya, rasional, metodik, linier, dan analitik. Kepintaran umumnya diperoleh dengan olah otak sampai botak.
Dari dulu botak memang ciri orang pintar. Tetapi hikmat (wisdom) tidak hanya memerlukan olah otak tetapi terutama olah hati. Jarang kita sadari, hati kita sebenarnya bisa berpikir. Dalam tradisi literatur kuno, terutama kitab-kitab suci, hati adalah lokasi kebijaksanaan,`hikmat dan kepandaian. Lebih spesifik, hati adalah acess point kita kepada the higher knowledge, yakni kepada Tuhan sendiri. Dalam arti ini, orang bijak selalu berkonotasi orang alim dan saleh.
Kini, ketika rasionalisme warisan Descartes dan Imanuel Kant menjadi panglima, kebijaksanaan yang berasal dari hati (nurani atau suara hati) cenderung dinomor duakan. Yang utama adalah kepala. Dunia politik, bisnis dan kemasyarakatan kita kemudian di dominasi oleh para pakar dan teknokrat bergelar master, doctor, dan professor.

Sumber : Media Satora edisi February 2009


Baca Selengkapnya...
| 0 komentar ]

Thomas lahir di Galilea dan dikenal sebagai salah seorang dari Keduabelas Rasul Yesus. Perihal tempat dan waktu dia dipilih menjadi Rasul tidak dibeberkan di dalam Injil – injil. Banyak keterangan tentang pribadinya dapat kita temukan di dalam Injil Yohanes. Thomas – yang disebut juga ‘Didimus’ (artinya: kembar) – adalah seorang nelayan pembantu. Ia tidak memiliki perahu sendiri seperti Petrus dan Andreas. Hidupnya hampir selalu serba kurang. Hal inilah yang membuat dia bersikap selalu hati – hati, pesimis dan cepat menyangka akan terjadi hal yang buruk atas dirinya. Banyak orang yang mempunyai gambaran yang kurang tepat tentang Thomas. Meskipun demikian, Thomas dikenal berani.


Thomas hadir dalam peristiwa pembangkitan Lazaurus dan Perjamuan Terakhir. Di antara keduabelas Rasul, Thomas dikenal sebagai orang yang tidak mudah mempercayai sesuatu. Sikapnya ini terlihat dengan sangat jelas dalam kaitannya dengan peristiwa penampakan Yesus setelah kebangkitanNya (Yoh 20:24 – 29). Oleh karena itu di kalangan umat sering terdapat gambaran yang kurang baik tentang Thomas. Setiap kali namanya disebut, yang terbayang di benak mereka adalah seorang rasul yang tidak mau percaya kepada sesuatu hal yang belum disaksikannya sendiri.
Ketika Yesus mendengar bahwa Lazaurus meninggal dunia, Ia berkeputusan untuk kembali ke Yudea, pada hal baru saja orang mau melempariNya dengan batu di daerah itu. Sesudah para Rasul gagal menahan Yesus, Thomas dengan tegas mengajak: “Ayo, kita pergi juga! Biarlah kita mati bersama – sama dengan Dia�. Thomas tak mau membiarkan Yesus pergi sendirian menantang bahaya. Thomas seorang yang terus terang, polos dan tidak malu – malu menyatakan ketidaktahuannya. Pada Perjamuan Terakhir, ketika Yesus berpamitan, Thomas bertanya dengan polos: “Kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan kesitu?� Keraguan Thomas ini mengundang Yesus untuk menyingkap rahasia Tritunggal yang mendalam itu: “Akulah jalan, Kebenaran dan Hidup. Tak seorang pun datang kepada Bapa tanpa melalui Aku. Kalau kamu mengenal Aku, kamu juga menganal BapaKu�. Sikap ragu – ragu Thomas tampak jelas sekali dalam sikapnya terhadap berita penampakan Yesus kepada para Rasul: “Sebelum aku melihat bekas paku pada tanganNya dan sebelum aku mencucukkan jariku kedalam lambungNya, sekali – kali aku tidak akan percaya.�
Tentang sikap Thomas ini, Santo Agustinus menulis: “Dengan pengakuannya dan dengan menjamah luka Tuhan, ia sudah mengajarkan kepada kita apa yang harus dan patut kita percayai. Ia melihat sesuatu dan percaya sesuatu yang lain. Matanya memandang kemanusiaan Yesus, namun imannya mengakui Ke – Allah – an Yesus, sehingga dengan suara penuh gembira tercampur penyesalan mendalam, ia berseru: Ya Tuhanku dan Allahku�.
Kepadanya Yesus bersabda: “Karena kau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya “. Kata – kata Yesus ini masih berkumandang aktual hingga dewasa ini.
Tentang karya kerasulan Thomas sesudah itu, Kitab Suci tak menyebutkan apa – apa lagi. Juga tidak ada sepucuk surat peninggalan Thomas yang sampai kepada kita. Menurut tradisi, yang dibeberkan Santo Ambrosius dan Hieronimus, Thomas menyebarkan kabar gembira ke arah Timur dengan mengikuti jalan para pedagang, yaitu ke Sirya, Armenia, Persia dan India. Dekat Madras, di kota Malaipur, Thomas menerima mahkota kemartirannya. Orang Kristen India Selatan, lebih – lebih di sepanjang pantai Syro – Malabar, percaya bahwa Thomas menobatkan Raja Gondaphur dan bahwa mereka keturunan orang – orang Kristen abad pertama. Thomas mati ditusuk tombak, dan relikiunya masih tetap ada sewaktu makamnya dibuka kembali pada tahun 1523.

Santo Helidorus, Uskup
Helidorus lahir pada tahun 330. Ketika berziarah ke Yerusalem, ia bertemu dengan Santo Hieronimus dan menjalin persahabatan yang baik dengannya. Ajakan Hieronimus untuk bersama – sama tinggal di padang gurun ditolaknya. Helidorus kemudian pulang dan menjadi Uskup di Altino, Italia hingga kematiannya pada tahun 407.

Santo Horst atau Horestes, Martir
Bersama tunangannya, Eufemia, Horst menjadi pemimpin pemuda – pemudi Katolik di Byzantium (=Istambul). Kegiatan mereka membimbing para muda – mudi ini menimbulkan amarah pihak pemimpin masyarakat dan semua orang lain yang tidak menyukai Gereja Katolik. Ketika ditangkap dan ditanyai, dengan terus terang mereka mengaku beriman Kristen, sehingga bersama muda – mudi lainnya, mereka dibunuh pada tahun 304.
Sumber : Ekaristi.org

Baca Selengkapnya...
| 1 komentar ]


Diperingati setiap tanggal 3 Juli

Thomas adalah salah satu dari keduabelas rasul Yesus. Namanya dalam bahasa Syria berarti "kembar". St. Thomas sangat mengasihi Yesus, meskipun pada mulanya ia kurang percaya. Ketika Yesus harus pergi menghadapi bahaya mati dibunuh oleh para musuh-Nya, para murid yang lain berusaha mencegah kepergian-Nya. Tetapi, St. Thomas berkata kepada mereka, "Marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama dengan Dia."

Ketika Yesus ditangkap, Thomas kehilangan keberaniannya. Ia melarikan diri bersama para rasul yang lain. Hatinya hancur oleh rasa duka atas wafatnya Kristus yang dikasihinya. Kemudian, pada hari Minggu Paskah, Yesus menampakkan diri kepada para rasul-Nya setelah Ia bangkit dari antara orang mati. Waktu itu Thomas tidak bersama mereka. Begitu ia datang, para rasul yang lain menceritakan padanya dengan penuh sukacita, "Kami telah melihat Tuhan!" Mereka pikir Thomas akan ikut bergembira bersama mereka. Tetapi, Thomas tidak percaya. "Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya," demikian katanya, "dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya."

Delapan hari kemudian, Yesus kembali menampakkan diri kepada para rasul. Kali ini, Thomas juga ada bersama mereka. Yesus memanggilnya dan memintanya untuk mencucukkan jarinya ke dalam luka di tangan-Nya dan luka di lambung-Nya. St. Thomas yang malang! Ia jatuh tersungkur di kaki Gurunya sambil berseru, "Ya Tuhanku dan Allahku!" Kemudian kata Yesus, "Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya."
Sesudah hari raya Pentakosta, Thomas menjadi kuat serta teguh dalam iman dan kepercayaannya kepada Yesus. Menurut tradisi, St. Thomas pergi mewartakan Injil hingga ke India. Setelah mempertobatkan banyak orang, ia wafat sebagai martir di sana. [yesaya.indocell.net]

Baca Selengkapnya...